MODEL PREDIKTIF UNTUK MENILAI
PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENGATASI BAHAYA HIDROMETEOROGIS STUDI KASUS KOTA
SEMARANG, INDONESIA
A.
Latar
Belakang
Pemanasan global telah mempengaruhi kualitas kehidupan
banyak orang, terutama mereka yang tinggal di daerah pesisir. Es telah mencair
di Arktik telah secara signifikan meningkatkan volume air laut global,
mendorong kenaikan permukaan laut (SLR) sebesar 0,5-2,3 m pada akhir abad. Kenaikan
permukaan laut di utara Jawa, Indonesia, telah berdampak pada kota-kota pantai
yang rawan terhadap banjir. Kota-kota pesisir menghadapi tekanan baru yang
diperparah akibat dampak iklim, karena perubahan dalam lingkungan laut dan
terestrial
B.
Bencana
Alam Yang Sering Terjadi Di Indonesia
Seiring dengan pertumbuhan aktivitas manusia dan
degradasi lingkungan, cuaca cenderung memburuk dan menyebabkan meningkatnya bencana
alam, khususnya bahaya hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, badai
tropis, dan kekeringan. Di kota-kota pesisir utara Jawa, banjir telah
diperparah oleh SLR, yang menyebabkan Rob, istilah lokal untuk
hidro-meteorologi ini Secara teknis, Rob adalah genangan yang secara permanen
terjadi dan banjir yang muncul sementara di suatu daerah, yang keduanya
disebabkan oleh luapan air laut
C.
UU
No. 26/2007 Tentang Penataan Ruang
Menetapkan bahwa mitigasi bencana harus menjadi bagian
dari rencana tata ruang lahan Rencana Pola
Tata Ruang harus mempertimbangkan bahaya hidrometeorologi, terutama dalam
merencanakan penggunaan lahan di wilayah pesisir untuk mengurangi dampak
negatif bencana sebelum, selama, dan setelah terjadinya bencana dan
meningkatkan ketahanan lokal. Namun, studi sebelumnya menunjukkan bahwa saat
ini rencana tata ruang lokal di Indonesia belum menangani faktor ini secara
memadai
D.
Tujuan
dan alasan studi kasus
Penelitian yang
dilakukan bertujuan untuk mencapai dua tujuan mendasar untuk memahami bahaya
arus hidro-meteorologi saat ini dan potensi Rob di kota pesisir Semarang di
utara Jawa, Indonesia. Kota Semarang, Indonesia, dipilih sebagai lokasi studi
kasus karena lokasi geografisnya di sepanjang pantai serta varisasi topografisnya,
mulai dari lahan datar yang terletak di pantai utara hingga daerah perbukitan
di Selatan.
E.
Permasalahan
Semarang secara rutin menghadapi masalah lingkungan yang
disebabkan oleh kenaikan permukaan laut yang dipengaruhi oleh penurunan
permukaan tanah yang terjadi di daerah pantai. Rob menyebabkan konsekuensi yang
merusak bagi banyak daerah pemukiman di sisi utara kota sepanjang tahun.
Sebagian besar wilayah yang sangat rentan terhadap Rob adalah daerah pemukiman.
Marfai dan King mengungkapkan bahwa 27,5 ha lahan di Semarang pada tahun 2020
akan terletak 1,5-2,0 m di bawah permukaan laut dan 20 desa perkotaan di
pesisir paling rentan terhadap Rob.
F.
Metode
yang dipakai pada studi kasus
Analisis
spasial di GIS bertujuan untuk memetakan dan memprediksi daerah Rob dan
bagaimana kaitannya dengan perencanaan tata ruang wilayah tersebut hingga tahun
2031, perbandingan visual dengan data survei lapangan untuk validasi hasil
analisis, dan analisis overlay peta untuk membandingkan tingkat Rob yang
diprediksi dengan peta perencanaan penggunaan lahan.
G.
Hasil
penelitian
Menunjukkan area proyeksi Rob diproyeksikan di
bawah 2 skenario berdasarkan skenario optimis dan pesimis untuk 2016 dan 2031. Di
bawah skenario optimis, genangan akan mencapai 6,4 cm di 2016 dan 12,4 cm pada
2031. Di bawah skenario pesimis, genangan akan mencapai 22,4 cm dan 43,5 cm
pada tahun 2016 dan 2031, masing-masing. Dengan demikian, sesuai dengan
skenario pesimis setiap area di bawah Mean Sea Level (MSL) dari 22,4 cm pada
tahun 2016 dan 43,5 pada 2031 akan dibanjiri. Pada tahun 2016,area akan menjadi
2645 ha dan 2681 ha di bawah skenario optimis dan pesimis,masing-masing daerah
ini akan meningkat menjadi 3042 ha dan 3363 ha pada 2031 di bawah dua skenario.
H.
Potensi
Daerah Rob Di Semarang
Potensi daerah Rob di 2031 terhitung sebesar
8,2% (3059 ha) dari total luas Kota Semarang (37.367 ha). Di antara mereka,
60,6% adalah built-up, terdiri dari 17,8% kawasan industri, 11,2% daerah
pemukiman, 15,7% perdagangan dan area layanan, 9,9% terminal publik, dan 6,1%
area penggunaan campuran. Luasnya Rob meningkat 15,2% dari tahun 2011. Meskipun
rencana penggunaan lahan telah mengalokasikan area untuk konservasi,
peningkatan ruang terbangun yang diproyeksikan dalam rencana menunjukkan bahwa
potensi bahaya hidro-meteorologi masih sangat tidak diakui.
I.
Kesimpulan
Studi
ini menyimpulkan bahwa Rencana Penggunaan Lahan dalam Rencana Tata Ruang
2011–2031 Kota Semarang maupun perencanaan tata ruang Indonesia di tingkat
lokal belum mengakomodasi potensi bahaya hidro-meteorologis. Di Semarang, Rob
terutama disebabkan oleh SLR yang dipengaruhi oleh perubahan iklim pada skala
global dan penurunan tanah pada skala lokal, yang terakhir adalah hasil dari
aktivitas dan pengembangan manusia yang intensif. Jenis-jenis penggunaan lahan
yang direncanakan di wilayah Rob diperkirakan pada 2031 memiliki kegiatan yang
lebih intensif daripada tipe penggunaan lahan saat ini. Area built-up yang
diproyeksikan pada 2031 juga lebih tersebar daripada yang ada di situasi saat
ini.Penelitian ini berguna dalam memprediksi kerentanan antisipasi area berdasarkan
SLR dan penurunan tanah. Peta wilayah Rob yang diproyeksikan dapat
menggambarkan ruang lingkup daerah rawan yang dipengaruhi oleh bahaya
hidrometeorologi. Selain itu, juga dapat mengukur sejauh mana Rencana Tata
Ruang Kota telah benar-benar mempertimbangkan masalah ketika mempersiapkan
rencana.
Komentar
Posting Komentar